Cikal bakal pelayanan GPID di Sulawesi Tengah, diawali dengan keberadaan kekristenan pada saat pemerintahan Hindia Belanda, disamping suku asli, juga mereka yang datang dari Minahasa, Sangihe, Talaud, Rampi, Seko, lalu menyusul pada era kemerdekaan dari Bali, Ambon, Jawa dan NTT serta suku/sub suku lain. Sebelum dilayani oleh GMIM, pelayanan kepada orang Kristen dilakukan oleh pendeta pribumi dari Minahasa yang di tugaskan oleh De Protestante Kerk in Nederlandsch Indie atau di Indonesia dikenal dengan Indische Kerk (Gereja Protestan Indonesia).
Sejak 30 September 1934, pelayanan daerah ini dilakukan oleh GMIM sebagai wilayah Pekabaran Injil. Dimana pada akhir 1937 tercatat ada sekitar 3.500 jiwa orang yang di layani, dan tersebar dalam 35 jemaat. Pada tanggal 28-31 Oktober 1964 dalam rapat BPS-GMIM memutuskan untuk memandirikan beberapa wilayah pekabaran Injil GMIM, salah satu-nya wilayah Pekabaran Injil Donggala.
Pada tanggal 18 Desember 1964 bertempat di Jemaat GMIM Sentrum Manado, secara resmi (de Jure) menyatakan Wilayah Pekabaran Injil Donggala lepas dari GMIM, dan selanjutnya diberi nama “Gereja Protestan Indonesia Donggala”. Pentahbisan GPID sebagai Sinode mandiri dilaksanakan dalam satu ibadah di Jemaat GPID Pniel Maesa Palu pada tanggal 4 April 1965, dan tanggal tersebut dijadikan sebagai Hari Ulang Tahun GPID bersinode. Pada waktu lahirnya GPID bersinode, pelayanan meliputi 6 wilayah, 48 jemaat, 1.933 Kepala Keluarga, 11.600 jiwa. Dilayani oleh 8 orang Pendeta dan 3 Guru Injil.
Sejak berdirinya GPID dalam pelayanannya menggunakan system Presbiterial Sinodal, dimana sebelum tahun 2003 menerapkan struktur Jemaat - Wilayah - Sinode lalu berubah menjadi Jemaat – Sinode dan pada Sidang Tahunan Sinode GPID 2014 diputuskan untuk kembali menjadi Jemaat - Wilayah - Sinode hingga sekarang.
Dari segi pemahaman bergereja, warga GPID yang datang dari Minahasa (GMIM) dan Seko menganut pahan Calvinis, yang datang dari Bali (GKPB) dipengaruhi aliran Evangelical (Injili) dan Luteran. Sedangkan suku-suku asli penganut paham animisme dan dinamisme. Namun sebagai Gereja Bagian Mandiri GPI, dan yang berakar dari pelayanan GMIM, maka GPID menganut paham Calvinis, walaupun kini banyak aliran bermunculan seperti aliran Pentakosta, Karismatik dan Neo Karismatik yang juga turut mempengaruhi dalam pelayanan GPID.
Untuk menyatukan kemajemukan GPID, dibuat KONFESI GPID.
Hingga saat ini GPID memiliki 125 pendeta (Laki-laki 58 dan perempuan 67 ) dan Vikaris 10 orang yang melayani 173 Jemaat yang terdiri dari, 33 suku/subsuku, dengan jumlah 33.527 jiwa.
Jumlah Majelis Jemaat : 1.303 orang, yang terdiri dari :
Penatua = 875 orang (laki-laki 548, perempuan : 327).
Diaken = 428 orang (laki- laki 177, perempuan 251)
Jemaat-jemaat GPID berada di empat (4) Kabupaten dan satu (1) kota, yang tersebar di Desa, di lembah, pesisir pantai dan pegunungan yang merupakan daerah xqterpencil dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, suku bangsa, tingkat pendidikan, kelompok usia dan kategori baik secara fungsional maupun professional yang beraneka ragam yang merupakan sumber daya GPID.